ULOS FEST 2019, Hadirkan Ragam Ulos dan Tradisinya
Ketika bicara Batak, maka tidak akan lepas dengan Ulos, pakaian tradisional yang dalam penerapannya memiliki makna dan simbol dari suasana atau keadaan perjalanan hidup sang pemakai. Ulos bukan hanya sekedar pakaian, tetapi symbol budaya yang teraplikasikan dalam berbusana. Hal tersebut tidak berlebihan bila pada 8 Oktober 2014 melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 270/P/2014 tentang Penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia Tahun 2014 menetapkan ulos sebagai warisan budaya tak benda. Setelah itu, ulos berpeluang didaftarkan sebagai warisan dunia.
Selasa – Minggu, 12 – 17 November 2019 telah berlangsung Ulos Fest 2019, hadirkan ragam ulos dan tradisinya. Pameran ini berlangsung selama 6 hari di Museum Nasional, Jl. Medan Merdeka Barat No. 12 Jakarta Pusat. Kehadiran festival ulos menjadi momen dalam mensosialisasikan motif, ragam dan makna ulos.
Mengantarkan ulos sebagai warisan dunia, menjadi hal yang penting untuk memperkenalkan ulos pada khalayak di Indonesia, terutama para milenial tentang ulos. Kaum muda sebaga generasi penerus bangsa hendaknya memiliki pengetahuan dan wawasan seputar ulos, sehingga bangga ketika menggunakan ulos.
Ulos sangat identik dengan Suku Batak di mana ada orang Batak, di situ ada ulos. Ulos menjadi sarana adat dalam mengikat hubungan kekerabatan (dalihan na tolu). Hampir semua upacara adat istiadat yang terdapat pada Suku Batak harus mempergunakan ulos sehingga wujud adat-istiadat ditunjukkan dalam ulos.
Ulos sendiri telah digunakan oleh beberapa tokoh dunia dan nasional dalam pertemuan resmi nasional ataupun internasional, seperti Ny. Christian Lagardde selaku Direktur IMF menggunakan ulos pada pertemuan World Economic Forum (WEC) pada April 2018 di Bali, Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana menggunakan ulos ketika berkunjung ke Kawasan Danau Toba pada akhir Juli 2019.
Festival Ulos 2019 ini bukan hanya menghadirkan hasil tenunan ragam ulos dan makna penggunaannya, namun juga hadir para pengrajin Ulos dari daerah Tarutung, daerah penghasil ulos yang terknal dengan tenunannya. Para pengrajin ini rata-rata perempuan, ada yang usianya masih muda seperti Sari Sihombing yang ternyata baru 2 tahun menjadi penenun. Kali ini dia sedang menenun bagian aksesoris atau hiasan yang biasanya ada di ujung kain ulos. Biasanya Sari dapat menyelesaikan pekerjaannya dalam sehari dengan rentang kerja 7 sampai 8 jam.
Ada juga Nursianita Panggabean, yang sudah mulai menenun sejak tahun 1972. Dengan terampil, ibu yang menjelang paruh baya ini mengais helai demi helai benang yang akan diberi warna. Bu Nursianita ini menyebutkan akan memberi warna merah dan hitam pada kain yang sedang ia rapikan. Dia bisa menenun 1 kain dalam seminggu dan untuk kain yang panjang bisa 2 minggu tergantung kerumitan dan besarnya.
Berbeda dengan Rubina Siregar yang sudah berusia 75 tahun ini, tangannya sangat lincah dalam menenun. Dia sudah menenun sejak umur 12 tahun, sehingga tidak heran bila dalam menenun bisa sambil ngobrol dan cerita tapi tangannya tetap bekerja.
Demikianlah, pada sebuah kain tenun yang dihasilkan ada banyak tangan dan proses yang panjang dalam pembuatannya. Belum lagi dalam penggunaannya, yang dalam motif dan warnanya memiliki fungsinya tersendiri. Ulos bukan hanya sekedar kain, tetapi menghadirkan jiwa pada setiap penenunnya dan pemakainya.
Festival Ulos 2019 yang berlangsung 6 hari ini juga menggelar talkshow ulos, dari mulai makna ulos dan pengengembangannya dalam ekonomi kreatif di era industry 4.0. Bagi yang ingin mendapatkan langsung ulosnya, ada bazar ulosnya juga dari mulai yang sudah berbentuk pakaian dan masih berupa kain ulos. Bagi yang belum ada acara pada tanggal tersebut, bisa hadir dan kunjungi pamerannya. Selamat menikmati dan menjadi pewaris budaya negeri.