Chathaulos

Marsiadapari, Dalihan Natolu, dan Dongan Sahuta: Semangat Kebersamaan Masyarakat Batak

Siapa yang tidak kenal dengan suku Batak? Suku Batak adalah salah satu suku yang sangat terkenal di Indonesia karena memiliki banyak sekali ciri khas, baik dari segi nama, budaya, maupun kepribadiannya. Salah satu kesamaan antara orang Indonesia dan orang Batak adalah kesamaan dalam menjalin kebersamaan antara satu orang dengan orang lainnya. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Kehidupan Batak via Pinterest

Tali persaudaraan pada orang Batak sudah tercermin dari marganya masing-masing yang tergabung dalam setiap Puak (sub suku Batak). Suku Batak terbagi dalam 6 sub suku yang tersebar di banyak daerah. Marga sendiri memiliki fungsi sebagai sistem kekerabatan dan sebagai tanda dari tali persaudaraan orang Batak yang bermarga dari Puak yang sama. Pentingnya marga ini juga memengaruhi garis keturunan orang Batak yang memiliki paham patrilineal (paham garis keturunan bapak). Jadi, apabila terjadi kelahiran anak dari Suku Batak, maka otomatis anak tersebut akan mengikuti marga sang ayah.

Mengapa ada kemungkinan besar banyak saudara Batak bisa saling kenal?

Suku Batak via Pinterest

Saat ini, ada hampir 500 marga suku Batak sehingga setiap Puak memiliki banyak marga. Karena sudah ada potensi orang Batak yang banyak dan beragam, maka kemungkinan orang Batak untuk kompak juga tinggi.

Menurut situs Kemenko PMK yang membahas tentang marsiadapari, gotong royong adalah karakter asli orang Indonesia. Sifat gotong royong ini juga ditiru oleh masyarakat Batak. Marsiadapari berasal dari kata mar-sialap-ari; maksudnya adalah kita kasih dulu bantuan dan tenaga yang kita punya sebelum membantu orang lain.  Secara tidak langsung, konsep marsiadapari mengajarkan masyarakat Batak untuk terbiasa menebarkan bibit-bibit kebaikan dahulu agar bisa memetik hasilnya di kemudian hari.

Marsiadapari adalah kegiatan gotong royong yang dilakukan secara serentak di ladang masing-masing oleh beberapa orang secara bergantian. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian agar pekerjaan yang berat dapat dipikul bersama-sama sehingga beban pekerjaan berkurang. Prinsipnya kurang lebih sama dengan peribahasa berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Apakah pekerjaan yang bisa dipikul sama-sama itu harus pekerjaan di ladang? Tidak juga. Pekerjaan lainnya juga berlaku seperti mendirikan rumah (pajongjong jabu), pesta pernikahan, kematian, dan sebagainya. Saling membantu ini juga tidak terbatas pada orang-orang dengan strata tertentu, miskin atau kaya (na mora manang na pogos), kuat atau lemah (na gumugo manang na gale), semua bisa meringankan beban satu sama lain.

Sikap saling membantu ini tidak terbatas pada aktivitas fisik saja, konsep marsiadapari juga diterapkan untuk kehidupan non fisik seperti membantu mengurangi beban hidup yang dihadapi. Siahaan, Rahajeng, Rantung, dan Ibrahim (2022) dalam jurnalnya yang membahas tentang peran marsiadapari mengatakan bahwa ada 5-6 orang anggota yang berkomitmen menjalankan paham marsiadapari dalam kehidupan sehari-hari. Sihombing (2021) juga mengatakan bahwa marsiadapari adalah bentuk solidaritas sosial karena adanya bantuan dari pihak lain untuk kepentingan kelompok maupun kepentingan pribadi. Manfaat positif dari adanya marsiadapari adalah tumbuhnya sikap loyalitas antar sesama masyarakat Batak, termasuk di berbagai komunitas.

Semangat marsiadapari adalah semangat yang dibangun dari dua hal yaitu kasih sayang (Holong) dan Persatuan (Hasadaon) yang berlangsung sepanjang masa, sampai kapanpun. Marsiadapari tidak hanya berlaku sebagai tradisi saja, namun juga semangat yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Selain marsiadapari, masyarakat Batak juga memiliki falsafah hidup dalihan natolu yaitu kehidupan bermasyarakat yang didukung oleh saudara semarga (dongan tubu), saudara yang dihormati (keluarga dari pihak ibu dan istri), hula hula, dan keluarga dari anak perempuan (boru) serta dongan sahuta atau saudara sekampung, khususnya orang Batak diaspora. Dongan sahuta ini kurang lebih  seperti komunitas Batak ya, sehingga pergaulan Bataknya akan selalu melekat di manapun dia berada.

Semangat marsiadapari, dalihan natolu, dan dongan sahuta adalah bagian dari kearifan lokal yang harus selalu dijaga kelestariannya. Apalagi saat ini, kita semua hidup di era globalisasi sehingga peranan kearifan lokal sangat penting karena menjadi identitas atau jati diri sebuah bangsa agar bisa bersaing dengan bangsa lain.

Sadar Budaya, Sadar Wisata. BATAK untuk INDONESIA ‘Wedding Batak Exhibition 2024, Sabtu – Minggu 7-8 September 2024. Info kegiatan https://chathaulos.id/wbe2024/

Penulis: Lenia Iryani

Share :